#DigitalBisa #UntukIndonesiaLebihBaik
Pandemi Covid yang melanda dunia sejak tahun 2019 membawa banyak perubahan pada berbagai aspek kehidupan kita. Salah satu perubahan positif yang muncul berkat pandemi yaitu derasnya arus digitalisasi.
Hal ini dibuktikan dengan peningkatan pengguna internet sebanyak 40 juta pengguna selama tahun 2020 di Asia Tenggara. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan peningkatan jumlah pengguna dari tahun 2015-2019 yang hanya bertambah sebanyak 100 juta pengguna baru.
Berdasarkan survei APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) pengguna internet di Indonesia bertambah 45 juta selama pandemi. Angka ini naik lebih dari 25 persen dari jumlah sebelumnya yaitu 175 juta pengguna.
Adanya peraturan untuk menghindari kerumunan dan melakukan kontak fisik merupakan salah satu penyebab terjadinya akselerasi transformasi digital. Minimnya interaksi langsung mau tidak mau menjadikan interaksi secara online sebagai satu-satunya pilihan.
Kegiatan belajar mengajar yang dilakukan secara daring, kegiatan bekerja yang dilakukan dari rumah (work from home), belanja kebutuhan pokok melalui e-commerce, dan delivery makanan siap santap melalui jasa ojek online merupakan kebiasaan-kebiasaan yang secara tidak sadar terbentuk selama pandemi.
Perilaku konsumen dan bisnis akhirnya pun berubah. Akibat baiknya, berbagai sektor ekonomi digital mengalami pertumbuhan yang pesat.
Healthtech dan edtech menjadi 2 sektor ekonomi digital baru yang muncul selama pandemi. Sektor ini menyusul lima sektor lain yang sudah memimpin sebelumnya yaitu e-commerce, transport and food delivery, travel dan media online serta layanan finansial.
Selain menjadi solusi dalam upaya pencegahan penularan virus, berbagai produk digital yang muncul ternyata menghadirkan banyak kemudahan bagi masyarakat. Berbagai produk hasil industri hingga layanan kesehatan dan pendidikan kini dapat diakses dengan mudah hanya dengan menggunakan jari.
Sayangnya hal ini juga dibarengi dengan kenyataan bahwa dunia digital yang ada saat ini belum aman. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kasus kebocoran data di berbagai platform digital.
Mulai dari e-commerce seperti tokopedia dan lazada, media sosial facebook, hingga platform penyedia layanan kesehatan online milik pemerintah yang selama pandemi marak digunakan tidak luput dari masalah kecoboran data pribadi penggunanya.
Belum lagi kasus kekerasan berbasis gender online yang juga meningkat selama pandemi, hal ini menunjukkan ruang digital masih belum sepenuhnya aman untuk masyarakat.
Apakah digitalisasi terus berlanjut setelah pandemi?
Digitalisasi | pexels.com
Meskipun saat ini pandemi dianggap telah berakhir dan kegiatan berjalan dengan normal, beberapa hal yang saat itu terpaksa dilakukan karena Covid justru tetap dilakukan hingga sekarang.
Salah satu hal yang akhirnya menjadi budaya baru yaitu sistem bekerja WFH (Work From Home). Setelah melalui adaptasi yang mungkin cukup sulit, sistem kerja ini kini justru diadopsi oleh beberapa perusahaan.
Hal lain yang terus berlanjut hingga saat ini yaitu penggunaan layanan digital oleh masyarakat. Berdasarkan data e-Conomy SEA report, 93% masyarakat di Indonesia tetap menggunakan layanan digital meskipun aktivitas mulai dapat dilakukan secara normal.
Selain itu, meskipun waktu rata-rata yang dihabiskan untuk online per hari pasca pandemi mengalami penurunan menjadi 4,3 jam, angka ini masih lebih tinggi dari waktu online sebelum pandemi yang hanya mencapai 3,6 jam per hari.
Meskipun awalnya sulit untuk berdaptasi, masyarakat kini terlanjur nyaman dengan kemudahan yang ditawarkan oleh produk digital. Fakta-fakta tersebut menunjukkan bahwa setelah pandemi, digitalisasi justru terus tumbuh dan berkembang ke berbagai sektor perekonomian.