Tag Archives: dibalik

Sci-Hub: Membuka Gerbang Pengetahuan dibalik Paywalls

#DigitalBisa

#UntukIndonesiaLebihBaik

Bagi para mahasiswa atau akademisi di seluruh belahan dunia pasti tidak asing lagi dengan website bernama Sci-Hub. Website ini telah berjasa dalam membantu jutaan mahasiswa untuk mendapatkan literatur yang diperlukan untuk mengerjakan tugas akhir di universitas.

Sci-Hub merupakan mesin pencari artikel atau makalah akademik yang dapat diakses secara daring, gratis, serta tanpa pemblokiran. Tahun 2020 telah terdapat lebih dari 85 juta artikel yang telah tersimpan dalam database Sci-Hub. Awalnya, website ini dikembangkan dan diluncurkan pada 16 April 2011 oleh mahasiswa yang berasal dari Kazakhstan bernama Alexandra Elbakyan. Tujuan dihadirkannya Sci-Hub sangat sederhana yaitu memberikan akses secara gratis dan tidak terbatas kepada mahasiswa, akademisi, hingga profesional untuk mengakses ilmu pengetahuan dalam bentuk buku dan artikel jurnal.

Proyek Kontroversi Sci-Hub

Sejak munculnya Sci-Hub, proyek ini telah mendapat banyak tuntutan hukum dari berbagai penerbit jurnal di belahan dunia. Tahun 2015 dalam persidangan di Amerika Serikat, Sci-Hub terbukti telah melanggar hak cipta atau pembajakan. Tetapi sayang, pendiri Sci-Hub saat ini tinggal di Rusia, hidup di luar persembunyian serta berada di luar yurisdiksi pengadilan Amerika Serikat.

Sci-Hub menganggap bahwa industri penerbit akademik saat ini telah melanggar hak asasi manusia karena membatasi pengetahuan serta akses informasi kepada publik.  Sehingga Sci-Hub hadir sebagai solusi untuk publik mendapatkan informasi secara gratis dan tidak terbatas.

Kehadiran Sci-Hub telah didukung melalui berbagai komunitas di berbagai dunia, meskipun dilakukan pemblokiran hingga pembatasan akses. Komunitas Sci-Hub aktif dalam melakukan back-up data agar artikel atau makalah tetap bisa dibaca oleh publik.

Dukungan Sci-Hub dalam Ruang Akademik

Sudah sejak lama, universitas-universitas top di Indonesia atau berbagai belahan dunia harus berlanggan untuk mendapatkan akses jurnal-jurnal ilmiah sebagai bentuk layanan mereka kepada civitas akademik. Tetapi, raksasa penerbit jurnal ilmiah seperti Elsevier, American Chemical Society, Taylor & Francis, serta Springer dalam kurun waktu 30 tahun telah mengalami kenaikan biaya langganan. Kenaikan telah mencapai 500% dari kurun waktu tersebut jika dibandingkan dengan indeks harga konsumen yang hanya naik 118%.

Industri penerbit jurnal ilmiah umumnya mematok harga 30-60 USD (Rp. 400.000 – Rp. 900.000) per artikel. Sehingga tidak mengherankan jika penerbit jurnal besar mendapatkan keuntungan yang tinggi. Sebut saja Elsevier, penerbit jurnal ilmiah asal Belanda ini telah meraup untung 982 juta Pounds pada tahun 2019, atau sekitar Rp. 17,7 miliar.

Elsevier bahkan mendapat margin keuntungan mencapai 37% pada tahun 2018 atau dua kali dari margin keuntungan Google. Elsevier juga mendapat banyak kritik secara global atas praktik monopoli serta praktik pemerasan dalam ruang akademik. Apalagi, seperti yang kita ketahui bersama bahwa penulis artikel jurnal tidak mendapatkan royalti dari hasil tulisannya yang telah dipublikasikan.

Untuk mempublikasikan hasil riset, para akademisi bahkan harus merogoh kocek yang tidak sedikit. Sebut saja di Elsevier, penerbit ini mematok harga antara USD 150 – USD 9.900 atau sekitar Rp. 2,5 juta – Rp. 138 juta sekali terbit. Penerbit banyak berargumen bahwa biaya yang besar untuk menerbitkan artikel ke jurnal mereka untuk menjaga reputasi atau meningkatkan reputasi yang umumnya berpatok pada ukuran Q1 hingga Q4.  

Hak Kekayaan Intelektual Berubah Menjadi Properti Investasi Intelektual?

Pengamat global banyak beranggapan bahwa Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang dimiliki oleh penerbit artikel jurnal-jurnal bereputasi telah menjadi properti investasi untuk mendapatkan keuntungan besar. The Guardian dalam sebuah diskusi di Twitter melalui artikel yang ditulis oleh George Monbiot menganggap bahwa bisnis penerbit artikel jurnal merupakan model bisnis yang kejam.

Model ini dipelopori oleh Robert Maxwell, dia menganggap bahwa setiap penerbit jurnal dapat memonopoli dan membebankan biaya sebagai bentuk transmisi ilmu pengetahuan. Robert Maxwell turut menganggap bahwa konsep penemuannya sebagai “a perpetual financing machine” atau mesin pembiayaan abadi.

Bagaimanapun perdebatan yang ada, Sci-Hub telah membantu jutaan mahasiswa di dunia untuk memperoleh literatur, kebebasan dalam belajar, serta transfer ilmu pengetahuan secara luas.