Tag Archives: Instagram

Jarimu Adalah Harimaumu: Pede Sama Instagram, Tebarkan Kebaikan

#DigitalBisa #UntukIndonesiaLebihBaik

Tahukah kamu bahwa Instagram itu membuat kita bisa nggak percaya diri? Dilansir dari kompas.com bahwa pengguna internet di Indonesia pada tahun 2022 ini, mencapai 210 jiwa di Indonesia. Dari jumlah yang sebanyak ini mayoritas pengguna internet itu mengakses melalui ponsel untuk membuka media sosial salah satunya Instagram.

Salah satu media sosial yaitu Instagram menjadi media sosial yang favorit di beberapa kalangan, khususnya bagi generasi muda. Instagram ini dihadirkan dengan beberapa fitur unggulan, selain mempunyai fungsi yang banyak tetapi Instagram juga menghadirkan beberapa positif maupun negatif.

Dari 2.742 remaja di Indonesia mengalami 85% sering merasa tidak pede dengan postingan yang di-share sebaliknya 15% tidak merasa ragu atau tidak pede dengan postingan yang dia bagikan juga. Hal ini cukup besar sekali perbandingannya yaitu lebih besar efek negatifnya dibanding dengan efek positifnya.

Generasi muda memang menjadi dominan yang menggunakan Instagram. Berbagai macam informasi dan ekspresi yang diunggah melalui Instagram, faktanya mengalami 74% sadar bahwa Instagram itu hanya untuk pencitraan dan tidak sesuai dengan kenyataan.

Seperti apa yang tampil di layar itu tidak sesuai dengan kejadian aslinya lalu. Sebaliknya 26% Instagram itu menjadikan wadah untuk membagikan informasi yang sesuai dengan kehidupan aslinya atau sesuai dengan realitanya.

emoji-sosmed
Ekspresi Sosial Media (Sumber: iStock)

Berbicara tentang sosial media pastinya memiliki efek negatif maupun positifnya. Salah satunya Instagram ini menjadi salah satu dari sosial media tersebut. Sebelum itu kita kenali dulu dampak negatif dari media sosial sendiri sebagai berikut.

Pertama, sosial media bisa menimbulkan rasa depresi dan gangguan kecemasan. Hal ini sering terjadi pada usia remaja, yang menggunakan media sosial tersebut, karena banyaknya Interaksi yang tidak sesuai dengan seharusnya.

Yang kedua, kurang tidur yang berpengaruh pada kesehatan, sosial media itu memberikan algoritma yang saling merekomendasikan, sehingga ketika kita menikmati sosial media tanpa mengenal waktu itu bisa menyebabkan kurangnya tidur, sehingga kesehatan pada diri kita terganggu.

Yang ketiga, yang negatif bikin kita nggak pede. Jika kita membiasakan untuk membagikan informasi yang positif maka semuanya akan terasa pede atau percaya diri, jadi sebelum kita membagikan informasi itu alangkah baiknya kita menyaring dulu.

Apakah ini informasinya negatif atau positif? Jika informasi ini dikategorikan positif maka bukan seharusnya kita merasa tidak percaya diri. Sebaliknya jika informasi yang kita bagikan ini memiliki pesan yang negatif maka saatnya kita merasa tidak pede.

Yang keempat, terjadinya cyberbullying. Kenapa hal ini terjadi, karena pelecehan saat ini bukan hanya dari segi fisiknya saja tapi mental juga bisa kena dengan adanya sosial media ini. Dilansir dari data KPAI bahwa sebanyak 226 kasus yang terjadi pada tahun 2022, termasuk kekerasan, psikis, dan perundungan.

Maka dari itu mari gunakanlah sosial media ini dengan bijak, bagikan informasi yang memiliki pesan positif dan sesuai dengan fakta. Jangan sekali-kali membagikan informasi yang memiliki pesan negatif dan mengandung informasi yang hoax atau bohong.

Sebagai anak muda seharusnya memberikan kontribusi kepada Indonesia, agar bisa menggunakan media sosial dengan bijak. “Jarimu adalah harimaumu” salah satu jargon yang menggambarkan bahwa jari kita yang menentukan langkah kita saat ini. Apapun yang terjadi di sosial media, maka inilah akibat dari jejak jari jemari kita. Bawalah perubahan, berikan kontribusi terbaik bagi Indonesia, tebarkan energi yang positif, yuk!

Ingat, Punya Akun Kedua di Instagram Tidak Selalu Buruk!

#DigitalBisa #UntukIndonesiaLebihBaik

Ada suatu masa di mana Instagram mulai mendorong penggunanya untuk membuat akun baru. Ajakan ini disertai alasan untuk memulai awal yang baru atau menjadikan pengalaman bermedia sosial kian intim dengan orang-orang terdekat.

Pembuatan akun-akun baru oleh pengguna yang sebelumnya sudah memiliki akun, atau disebut sebagai akun kedua (second account/fake instagram/finsta), tak jarang menuai protes. Ada banyak pengguna Instagram yang berlindung di akun dengan identitas tersamarkan. Beberapa di antaranya kerap mengeluarkan komentar dengan nada kasar di akun-akun lainnya. Nama mereka tak tertera, foto profilnya juga bukan foto asli. Secara sederhana, memang ada beberapa orang yang “berlindung” di balik akun-akun kedua, ketiga, dan seterusnya, di Instagram.

Namun, benarkah fenomena ini selalu berkonotasi negatif?

Dewasa ini, istilah “Instagrammable” kian mengakar di antara kita. Pencapaian gemilang, karier cemerlang, mobil baru, OOTD yang apik, hingga persahabatan dan hubungan romantis yang harmonis sekaligus menjadi goals bagi banyak orang kerap muncul di Instagram, mendapatkan like dan angka share yang tinggi. Nongkrong di kafe, pertemuan penting, dan hal-hal “mewah” lainnya kerap dipamerkan pula di Instagram Story. Hal ini memang mengagumkan, tetapi—di lain sisi—mendorong rasa tak nyaman dan insecurity bagi sebagian pengguna.

Ke mana mereka harus “berlindung”? Benar: akun kedua. Tak sedikit orang memutuskan memiliki akun baru untuk menghindari perasaan ketinggalan dari teman-teman sebayanya. Di sana, dia bisa melakukan apa pun yang ingin dilakukan. Mengunggah foto tanpa make up saat bangun tidur sebagai apresiasi diri sendiri yang siap menjalani hari baru? Silakan. Memamerkan foto bersama koleksi album penyanyi kesayangan, alih-alih piala-piala pencapaian lomba di sekolah? Tentu saja bisa.

Tak ada filter di akun kedua, terlebih yang sifatnya private dan hanya bisa dinikmati circle yang lebih intim. Tak ada keraguan untuk mengunggah konten mana saja yang diambil dengan ponsel. Tidak, kita tidak sedang membicarakan kebebasan mengunggah konten berlebihan yang bahkan seharusnya tidak diunggah ke media sosial, kok. Namun, coba bayangkan: Bisa jadi, kamu akan merasa lebih nyaman jika sepuluh foto hewan peliharaanmu yang lucu itu kamu unggah di akun keduamu ketimbang di akun utamamu yang menonjolkan self-branding dan portofolio yang profesional.

Tidak ada kurasi di akun kedua. Kita bisa menulis caption yang kita suka. Kita bisa memilih akun-akun lain yang kita ikuti, menciptakan algoritma di halaman explore untuk memunculkan hanya konten-konten yang kita sukai secara pribadi.

Lupakan soal aktivitas stalking yang “aman” karena namamu tersamarkan, akun kedua bahkan bisa menawarkan keamanan lain yang sesungguhnya: Kamu hanya akan melihat akun-akun yang kamu gemari. Tidak ada tekanan mengunggah konten bertema “pencapaian cemerlang”. Kamu bisa menikmati media sosialmu sendiri sesuai dengan cara yang kamu mau dan suka.

Lalu, apakah memiliki akun kedua tetap bernilai buruk?

Tentu saja tidak. Pada dasarnya, penggunaan kata-kata kasar atau melewati batas yang diperbolehkan pasti tidak diizinkan di akun mana saja, baik akun utama atau akun kedua. Kelahiran akun kedua semestinya tetap terjaga menjadi sesuatu yang pribadi dan tidak menganggu pihak lain. Masing-masing dari kita berhak memilih untuk mempunyai akun yang lebih tenang dan intim, bukan? Sedikit rahasia seperti ini nyatanya bisa menghadirkan “surga” baru di dunia media sosial Instagram.

Dan sebaiknya, “surga” ini tetap terjaga menyenangkan, bukannya dikotori oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab.