Tag Archives: Medsos

Apa Saja Platform Medsos yang Menjanjikan untuk Berjualan?

#DigitalBisa #UntukIndonesiaLebihBaik 

Kehadiran pandemi COVID-19 memang benar-benar telah membawa banyak perubahan dalam segala bentuk kehidupan. Disrupsinya yang luas ke segala bidang menyebabkan tantangan baru sekaligus peluang bagi pihak-pihak yang bisa memanfaatkannya, termasuk pihak-pihak yang bergerak di bidang perdagangan.

Usaha penjualan umumnya dahulu memang biasa dilakukan secara langsung/offline. Tetapi kini justru sebaliknya, seakan gerai offline itu menjadi sampingan saja dengan pergerakan utamanya di penjualan online. Oleh karenanya kini, bagi sebagian besar manusia jaringan internet sudah seperti kebutuhan primer lagi layaknya makanan dan minuman.

Berbicara mengenai penjualan online/ e-commerce, selain melalui berbagai marketplace yang begitu populer semisal Tokopedia, Shopee, Blibli, dan sebagainya, sebenarnya ada salah satu media yang juga sangat potensial untuk menjajakan barang dagangan kita, yakni melalui media sosial (medsos).

Rata-Rata Penggunaan Media Sosial Global (sumber: https://datareportal.com/reports/digital-2022-july-global-statshot)
Rata-Rata Penggunaan Media Sosial Global (sumber: https://datareportal.com/reports/digital-2022-july-global-statshot)

Merujuk data terbaru dari We Are Social (Hootsuite), bahwa rata-rata penggunaan media sosial global di bulan Juli 2022 ternyata mencapai 10 sampai dengan 20-an jam per bulan.

Adapun di Indonesia sendiri, jika merujuk pada data We Are Social Februari 2022, maka ada 191 juta pengguna medsos Indonesia, atau hampir 70% dari total populasi Indonesia yang berjumlah 277 juta jiwa. Diantara medsos yang paling populer digunakan oleh masyarakat yakni Whatsapp, Instagram, Facebook, Tiktok, dan Telegram, yang secara berurutan oleh 88%, 84%, 81%, 63%, dan 62% pengguna.

Medsos yang Paling Populer Digunakan di Indonesia (sumber: https://datareportal.com/reports/digital-2022-indonesia?rq=indonesia)
Medsos yang Paling Populer Digunakan di Indonesia (sumber: https://datareportal.com/reports/digital-2022-indonesia?rq=indonesia)

Hal senada juga terjadi terbaru di bulan Juli 2022. Jika merujuk pada laporan Status Literasi Digital di Indonesia 2021 yang dirilis Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama Katadata Insight Center (KIC), maka WhatsApp menjadi platform medsos yang paling sering digunakan oleh masyarakat Indonesia, diikuti oleh Facebook dan Instagram.

Medsos yang paling sering digunakan oleh masyarakat Indonesia Juli 2022 (sumber: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/08/04/whatsapp-media-sosial-paling-sering-digunakan-publik-untuk-berbagi-informasi)
Medsos yang paling sering digunakan oleh masyarakat Indonesia Juli 2022 (sumber: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/08/04/whatsapp-media-sosial-paling-sering-digunakan-publik-untuk-berbagi-informasi)

Lalu sebenarnya apa motif utama masyarakat Indonesia dalam menggunakan medsos tersebut? Menariknya, masih merujuk pada studi We Are Social, setengah dari pengguna media sosial Indonesia ternyata menggunakannya untuk keperluan mencari sesuatu untuk dibeli/dikerjakan.

Medsos yang Paling Populer Digunakan di Indonesia (sumber: https://datareportal.com/reports/digital-2022-indonesia?rq=indonesia)
Medsos yang Paling Populer Digunakan di Indonesia (sumber: https://datareportal.com/reports/digital-2022-indonesia?rq=indonesia)

Meskipun pada posisi tertinggi memang penggunaan media sosial untuk keperluan komunikasi dengan keluarga atau teman, atau juga untuk sekedar mengisi waktu luang. Akan tetapi memang sifat mencandu yang dibawanya menjadikan media sosial sebagai salah satu peluang untuk penjualan.

Oleh karena itu, bagi para pejuang penjualan online, terlebih para pelaku UMKM atau pihak-pihak yang bergerak di bidang informal, media sosial ini di Indonesia benar-benar menjadi peluang yang besar untuk menggenjot penjualannya. Bukan hanya barang, media sosial ini juga sangat cocok untuk menawarkan jasa, misalnya dengan memasang status, posting, atau juga memberikan penarik diskon dan promo-promo tertentu, yang pastinya akan cepat tersebar di media sosial dengan begitu banyaknya pengguna.

Dengan prevalensi penggunaan media sosial oleh masyarakat ini, saya yakin, Indonesia tidak hanya bisa menjadi pasar konsumen yang lebih banyak dimanfaatkan oleh produk-produk barang dan jasa asing, tetapi juga bisa menjadi pasar yang potensial untuk produk dalam negeri.

Oleh karena itu, mau tidak mau pemerintah juga perlu terus menggenjot kerja sama dengan berbagai pihak termasuk operator telekomunikasi untuk mewujudkan konektivitas internet sampai dengan pelosok-pelosok negeri. Sehingga, selain mewujudkan pemerataan, hal ini juga semakin mempercepat pemulihan perekonomian dalam hal ini melalui katalisasi penjualan online. Dari Indonesia, untuk Indonesia! Merdeka!

 

Referensi:

https://datareportal.com/reports/digital-2022-july-global-statshot. Diakses tanggal 24 Agustus 2022.

https://digitalbisa.id/artikel/perkembangan-digital-indonesia-yang-terakselerasi-covid-19-Ab0iO. Diakses tanggal 24 Agustus 2022.

https://datareportal.com/reports/digital-2022-indonesia?rq=indonesia. Diakses tanggal 24 Agustus 2022.

https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/08/04/whatsapp-media-sosial-paling-sering-digunakan-publik-untuk-berbagi-informasi. Diakses tanggal 24 Agustus 2022.

https://lordslibrary.parliament.uk/social-media-potential-harm-to-children/. Diakses tanggal 24 Agustus 2022.

Di Zaman Now, Anak Perlu Dibekali Kemampuan Literasi Medsos

#DigitalBisa #UntukIndonesiaLebihBaik

Media sosial (medsos) telah menjadi bagian dari kehidupan kita semua, tak terkecuali anak-anak kita. Walau mendatangkan banyak manfaat, jika tidak hati-hati, medsos berpotensi membahayakan anak-anak kita. Oleh sebab itu, orangtua perlu melindungi anak-anaknya dari risiko-risiko merugikan dari penggunaan medsos yang mungkin bisa menimpa anak-anak mereka.

Membekali anak dengan literasi medsos adalah upaya antisipatif yang dapat dilakukan para orangtua agar-anak-anak mereka tetap aman menggunakan medsos.

Secara umum, literasi dipahami sebagai kemampuan membaca, menulis, berbicara, dan mendengarkan yang memungkinkan kita berkomunikasi secara efektif. Ini adalah kemampuan dasar yang idealnya mesti dimiliki oleh setiap individu.

Namun, seiring kemajuan teknologi, kemampuan dasar seperti itu tampaknya masih kurang cukup sebagai bekal untuk bisa berkomunikasi secara efektif di zaman now ini.

Seiring kemajuan teknologi, kita membutuhkan kemampuan literasi yang tak hanya sekadar mampu membaca, menulis, berbicara, dan mendengar. Kita dituntut pula menguasai bentuk-bentuk literasi lainnya. Salah satunya yaitu literasi medsos.

Secara sederhana, literasi medsos didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengakses, memahami, menganalisis, dan menghasilkan informasi melalui medsos.

Seperti kita ketahui, sejak hadirnya medsos, kita bukan hanya menjadi konsumen informasi, tetapi juga dimungkinkan menjadi produsen dan juga distributor informasi. Dengan karakternya yang sangat longgar dan terbuka, siapa pun dapat memanfaatkan media sosial untuk menyebarkan informasi.

Anak perlu dibekali kemampuan literasi medsos agar mereka tak hanya sebatas mampu mengakses medsos, tetapi juga mampu memahami, menganalisis, serta memproduksi informasi melalui medsos.

Lantas, apa yang perlu orangtua upayakan dalam membekali anak dengan kemampuan literasi medsos?

Pertama, melindungi privasi diri sendiri. Medsos dirancang sebagai media untuk berbagi. Namun, dengan karakternya yang sangat longgar dan terbuka, medsos memiliki celah dalam hal privasi para penggunanya. Oleh sebab itu, pastikan anak memahami soal ini. Ajari anak untuk mengelola pengaturan privasi di medsos. Pastikan mereka paham informasi pribadi yang tak seharusnya diunggah di medsos.

Kedua, menghormati privasi orang lain. Setiap orang memiliki privasinya masing-masing. Kita wajib senantiasa menghormatinya. Ajari anak hal ini, agar paham ketika menggunakan medsos mereka harus selalu menghormati privasi pihak lain. Dengan demikian, mereka tidak akan sembarangan mengunggah atau membagikan gambar, foto, video orang lain di jejaring medsos, tanpa seizin orang bersangkutan.

Ketiga, menjadi warganegara yang baik. Seperti di dunia nyata, dunia virtual juga memiliki aturan dan etika. Kita wajib mematuhi aturan dan etika itu. Maka, ajari anak untuk memperlakukan interaksi di dunia virtual seperti di dunia nyata. Latih dan ajari anak, bagaimana berkomentar atau menyampaikan pendapat secara santun, dengan bahasa yang tertata. Ajari pula anak untuk mengedepankan empati dalam setiap interaksi yang dilakukannya di jagat virtual.

Keempat, belajar menjadi skeptis. Medsos saat ini menjadi salah satu alat untuk menyebarkan informasi secara cepat dan masif. Sayangnya, tidak semua informasi dapat dipertangungjawabkan kebenarannya. Tidak sedikit informasi yang disebarkan lewat medsos adalah kabar bohong. Menjadi skeptis adalah sikap yang perlu dilakukan saat kita dihadapkan pada gelontoran informasi di medsos. Dalam hal ini, ajari anak untuk selalu bersikap skeptis. Caranya dengan membekali mereka dengan kampuan untuk mengecek fakta dan data. Ajari anak untuk mengenali mana sumber-sumber informasi yang layak dipercaya dan mana yang tidak layak. Dalam soal gambar dan video, pastikan anak memiliki kemampuan mengenali mana gambar dan video yang wajar dan mana yang tidak wajar. Dengan demikian, anak tidak akan langsung menelan mentah-mentah setiap informasi yang diterimanya melalui medsos.

Kelima, menetapkan batas. Akses medsos yang tidak terkendali dapat saja membuat anak mengalami adiksi. Ini berpotensi mengganggu aktivitas lainnya yang justru penting baginya seperti belajar dan istirahat. Ajari anak untuk memahami kapan waktunya bermedsos dan kapan waktunya untuk melakukan kegiatan lainnya. Untuk itu, ajak anak untuk membuat ketetapan batas waktu dalam hal penggunaan medsos. Buat kesepakatan dengannya dalam hal ini. Jelaskan risiko-risikonya jika anak mengabaikan pembatasan waktu ini.

Sebagaimana dipaparkan di muka, medsos sesungguhnya dapat mendatangkan banyak manfaat buat kita, termasuk anak-anak kita. Namun, jika tidak hati-hati, ia dapat saja membawa sejumlah kerugian. Dengan anak memiliki kemampuan literasi medsos, diharapkan berbagai dampak buruk penggunaan medsos dapat dihindari.

Buntut Negatif Medsos dan Pentingnya Berpuasa dari Media Sosial

#DigitalBisa

#UntukIndonesiaLebihBaik

Populasi pengguna media sosial di Indonesia kian mengalami peningkatan. Dari tahun 2021, peningkatannya kini mencapai lebih dari 12 persen sehingga total pengguna media sosial pada tahun 2022 sudah mencapai angka 191,4 juta orang.

Tak hanya soal jumlah, hal lainnya yang ikut menjadi sorotan adalah durasi waktu penggunaan media sosial di Indonesia. Berdasarkan data dari We Are Social, Indonesia menduduki peringkat ke-10 sebagai negara dengan waktu penggunaan media sosial terlama, yaitu rata-rata sekitar 3,2 jam per hari.

Bahkan, tak dapat dipungkiri jika banyak orang yang mengakses media sosial lebih lama dari waktu rata-rata tersebut. Nyatanya, tak bisa dibohongi jika memang ada berbagai dampak positif dari penggunaan media sosial. Tak lagi hanya soal mempermudah komunikasi dan penyebaran informasi melainkan juga membantu dalam berbagai bidang sisi kehidupan manusia.

Contohnya saja peran media sosial dalam bidang ekonomi. Penggunaan media sosial tak hanya sebagai alat untuk terhubung dengan pelanggan melainkan juga alat untuk melakukan promosi. Pada bidang pendidikan, media sosial berperan sebagai media untuk mempermudah pembelajaran. Belum lagi di bidang-bidang lainnya yang dapat dipastikan bahwa peran media sosial juga memiliki kedudukan yang sangat penting.

Maka tak bisa dielak jika setiap harinya orang-orang mengakses media sosial dalam waktu yang lama. Hal itulah yang perlahan juga menjadi masalah. Banyak orang yang mulai kecanduan menggunakan media sosial. Kenikmatan mungkin menjadi hal yang diperoleh, tetapi lama-kelamaan kebiasaan menggunakan media sosial secara berlebihan tersebut menyebabkan dampak buruk terutama bagi kesehatan.

Tak hanya sekadar mempengaruhi kesehatan fisik seperti terganggunya pola tidur, buntut negatif penggunaan media sosial juga berpengaruh pada kesehatan mental. Realitanya, penggunaan media sosial dapat memicu timbulnya kecemasan hingga depresi. Hal itu dipengaruhi oleh arus informasi yang menjadi sangat mudah diketahui akibat adanya media sosial.

Fenomena seperti insecure hingga overthinking menjadi contoh nyata pengaruh negatif media sosial. Bagaimana tidak, banyak orang menggunakan media sosial sebagai alat untuk memperlihatkan kehidupannya kepada dunia. Tentu saja orang-orang tersebut kebanyakan hanya memperlihatkan sisi kehidupannya yang bahagia. Hal itulah yang kemudian menimbulkan dampak negatif bagi sebagian orang lainnya. Ya, tak sedikit orang mengalami kecemasan karena merasa bahwa kehidupannya tak seindah hidup orang-orang yang dilihat dari media sosial.

Jika terus dibiarkan, maka lama-kelamaan kondisi tersebut akan menjadi semakin buruk. Untuk mengatasi hal tersebut, salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan berpuasa dari media sosial. Ya, mengambil waktu untuk sejenak berhenti dari penggunaan media sosial. Tentu saja tak mudah apalagi bagi orang-orang yang setiap harinya sudah sangat akrab dengan media sosial. Namun, itulah salah satu solusi terbaik yang memang bisa diupayakan.

Berpuasa dari media sosial bukan berarti berhenti secara total melainkan hanya memberikan kesempatan pada diri untuk menikmati dunia dari sisi yang lain dalam beberapa waktu. Seandainya pun berpuasa dari media sosial menjadi hal yang sangat sulit dilakukan, maka setidaknya solusi lain yang dapat dilakukan adalah mengatur jadwal penggunaan media sosial. Artinya, tidak membuat diri terlena dan berlarut-larut dalam keasyikan scroll media sosial.

Jika biasanya akses media sosial dapat memakan waktu hingga berjam-jam, maka jumlah tersebut sebisa mungkin dikurangi secara perlahan. Terkait hal itu, maka faktor kesadaran dan ketegasan pada diri menjadi hal utama. Sekali lagi tak mudah untuk menerapkannya dalam kehidupan. Namun, jika kedua hal tersebut sudah ada dalam diri didukung dengan niat yang kuat, maka tak mustahil jika secara perlahan seseorang dapat berhasil menghindarkan diri dari kejamnya pengaruh media sosial.

Pada akhirnya, kehadiran media sosial memang memiliki banyak kebaikan sekaligus juga keburukan. Oleh karena itu, semua kembali pada diri sendiri. Satu hal penting bahwa memiliki sikap bijak terhadap penggunaan media sosial menjadi suatu hal yang perlu. Hal itu untuk memastikan agar berbagai buntut negatif dari media sosial dapat terhindarkan.

Peran Orang Tua Mencegah FOMO Medsos pada Anak

#DigitalBisa #UntukIndonesiaLebihBaik

Kondisi yang disebut FOMO (fear of missing out) semakin mengemuka di zaman serba digital, terutama seiring dengan menguatnya penggunaan media sosial sekarang ini.

Nah, apa sesungguhhnya yang dimaksud FOMO? Apa penyebabnya dan apa saja tanda-tandanya? Sejauh mana kaitan FOMO dengan penggunaan media sosial?

Kira-kira apa yang perlu dilakukan para orangtua jika kondisi  FOMO menimpa anak-anak mereka?  Bagaimana agar FOMO tidak sampai harus dialami anak-anak?

Menurut Kate Brush (2022), FOMO merupakan respons emosional terhadap keyakinan bahwa orang lain hidup lebih baik, atau memiliki kehidupan yang lebih memuaskan, maupun adanya hal-hal yang dinilai penting yang terlewatkan.

FOMO sering menyebabkan perasaan tidak nyaman, tidak puas, depresi dan stres. Keberadaan media sosial dituding telah meningkatkan prevalensi FOMO selama beberapa tahun terakhir ini. 

Secara teoritis, kondisi FOMO dihasilkan oleh amigdala, yaitu bagian otak yang mendeteksi apakah ada sesuatu yang mengancam kelangsungan hidup atau tidak. Bagian otak ini merasakan bahwa kesan tertinggal dari orang lain sebagai ancaman, yang kemudian menciptakan stres dan kecemasan

Keberadaan ponsel pintar dan media sosial disebut-sebut telah ikut meningkatkan terjadinya kondisi FOMO karena menciptakan situasi di mana para penggunanya dapat terus-menerus memantau dan membanding-bandingkan hidup mereka dengan orang lain.

Apa-apa yang diposting dan muncul di media sosial lantas menjadi rujukan utama. Ketika muncul ketidakmampuan dalam hal mewujudkan apa yang menjadi rujukan, maka kecemasan atau ketidakpuasan segera menghinggapi.

Karenanya, media sosial kerap dianggap sebagai sebab dan akibat dari FOMO sekarang ini. Dalam kaitannya dengan media sosial inilah, terdapat beberapa tanda ketika seseorang telah mengalami kondisi FOMO.

Pertama, terus-menerus memeriksa media sosial (bahkan saat berlibur, keluar bersama teman, atau menghadiri acara yang menyenangkan sekalipun).

Kedua, selalu mengaktifkan notifikasi media sosial demi mendapatkan update terkini dan untuk melihat tanggapan orang-orang terhadap kiriman postingan yang diunggah.

Ketiga, merasa perlu terus menerus online untuk merespons setiap komentar atau posntingan yang diunggah di media sosial.

Keempat, secara obsesif terus-menerus memposting aktivitas harian melalui media sosial.

Kelima, cenderung merasa sedih, kesepian, atau tertekan setelah eksis di media sosial untuk jangka waktu yang lama.

Keenam, merasa tidak puas dengan kehidupan diri sendiri dengan selalu membandingkannya dengan kehidupan orang lain.

Ketujuh, membuat pilihan atau keputusan hanya berdasarkan apa yang dilihat secara online lewat media sosial.

Sebagai bagian dari masyarakat digital sekarang ini, anak-anak dapat pula dijangkiti oleh kondisi FOMO.

Orang tua memiliki peran krusial dalam ikut mengatasi dan juga menangkal kondisi FOMO yang kemungkinan dihadapi anak-anak mereka. 

Para orang tua perlu menanamkan keyakinan kepada anak-anaknya bahwa apa yang dilihat secara online, terutama di jejaring media sosial, hanyalah bagian kecil dari kehidupan dan tak selalu menunjukkan realita yang sesungguhnya.

Berilah pengertian dan pemahaman kepada anak bahwa masih banyak hal-hal menarik dan bermanfaat yang dapat dilakukan secara offline daripada terus-menerus online mengakses media sosial.

Tantanglah anak agar berani hidup tanpa terus-menerus terkoneksi dengan dunia virtual dan yakinkan mereka bahwa kehidupan mereka akan baik-baik saja walau tak selalu terkoneksi dengan media sosial dan tak eksis di dalamnya.

Jelaskan pula kepada mereka bahwa setiap orang memiliki cara hidup dan kehidupannya masing-masing berikut kelebihan maupun kekurangannya, sehingga tidak perlu menjadikan orang lain sebagai patokan bagi kehidupan pribadi. Apalagi yang ingin dijadikan patokan sang anak hanya figur-figur yang dilihat lewat tampilan media sosial di dunia maya.