Alasan Mengapa Pemain Game Online Bersikap Toxic
#DigitalBisa #UntukIndonesiaLebihBaik
Ketika bermain game online seperti Mobile Legends, tak jarang kita bertemu dengan sesama player yang toxic. Misalnya, player yang tidak segan berkomentar jahat kepada rekan setimnya hanya karena melakukan kesalahan. Dari situ bukannya fokus adu mekanik, player toxic malah sibuk mengetik.
Tingkat toxic player beragam. Mulai dari yang mengatakan player lain tidak bisa bermain sampai melontarkan hinaan yang tidak ada hubungannya dengan game seperti komentar rasis. Hal ini menjadi menarik untuk ditelisik apa yang menyebabkan seseorang bisa menjadi toxic di game online.
Sebenarnya, developer game sudah menyediakan fitur di mana player bisa melaporkan sesama player yang berlaku buruk selama permainan. Namun, fitur report ini tidak menyurutkan player toxic untuk beraksi dan mengganggu jalannya pertandingan. Biasanya, untuk menghindari sistem yang dapat menyensor kata-kata buruk, kotor, dan kasar, player toxic sengaja salah ketik agar kata-katanya tidak kena sensor dan dapat dibaca oleh pemain lain yang ditargetkan untuk dirundung secara online.
Alasan mengapa player menjadi toxic bisa jadi karena mereka merasa aman bersikap demikian. Sebab mereka tidak bertemu langsung dengan orang-orang di game. Sebaliknya, jika seorang gamer mabar (main bareng) dengan teman tongkrongannya, biasanya bisa bersikap normal.
Ketika bersama teman-temannya saat bermain game, orang cenderung bisa menghindari sikap toxic. Untuk itulah biasanya publisher game mewadahi para player untuk bisa mabar dengan player di komunitas. Bermain secara langsung juga membuat koordinasi selama permainan terwujud. Hal ini bisa mengurangi miskomunikasi sehingga dapat menghindari seseorang berani bersikap buruk kepada sesama player.
Biasanya miskomunikasi saat koordinasi menyusun strategi permainan membuat player merasa kesal dengan rekan setimnya. Nah, hal inilah yang membuat player berani untuk meluapkan emosinya di fitur chat dengan memenuhi kolom chat pakai kata-kata kasar. Seorang gamer seolah telah menyalurkan amarahnya dengan bersikap buruk, tetapi aktivitas terlarang ini justru bisa menjadi lingkaran setan. Sebab bisa membentuk kebiasaan dalam komunitas game dan akhirnya orang-orang dalam game menormalisasi sikap toxic.
Tentu hal ini tidak baik jika sampai merambah ke dunia nyata. Pastinya kita bakalan merasa tidak nyaman saat ada seseorang dengan entengnya berkata toxic di kehidupan sehari-hari akibat kebiasaannya toxic di dunia game online.
Game online yang bersifat kompetitif membuat para playernya merasa tertekan karena ada dorongan untuk terus-menerus push rank atau menaikkan level game mereka ke tahap selanjutnya. Nah, ketika hal ini tidak tercapai, rasa kesal dan kecewa jadi keniscayaan. Ketika player mengalami kekalahan, dia tidak langsung intropeksi diri, tetapi menyalahkan rekan setimnya. Sebenarnya sikap seperti ini tidak direkomendasikan sebab tidak suportif dan sportif.
Idealnya, saat mengalami kekalahan, player bersikap sportif dengan mengakui keunggulan lawan dan membesarkan hati teman-temannya. Walaupun teman-temannya adalah orang-orang random atau orang-orang yang tidak dikenal dan bertemu di game, mereka tetaplah manusia yang punya hati dan perasaan.
Jika dilihat dari sisi korban sikap buruk player, gamer yang mengalami perundungan online bakalan merasakan kelelahan yang berlipat ganda. Selain timnya kalah dan kehilangan poin, dia juga disalahkan oleh rekan-rekan setimnya. Hal ini menjadikan sebuah game menjadi tidak sehat. Yang awalnya ingin mencari hiburan justru dapat perundungan. Tentu saja hal ini mencederai inti dari permainan yang seharusnya menyenangkan dan dapat dinikmati oleh semua orang.
Ketika memutuskan bermain game online yang kompetitif, gamer disarankan bermain dengan teman-temannya di kehidupan nyata. Sehingga hal-hal yang tidak menyenangkan bisa dihindari. Sebab teman seharusnya tidak saling menyalahkan.