Tag Archives: Orang

Penggunaan Digital yang Menjadi Kambing Hitam di Kalangan Orang Tua.

#DigitalBisa #UntukIndonesiaLebihBaik

Peran orang tua sebagai guru utama dan pertama bagi anaknya tentu menginginkan hal yang terbaik. Pendidikan keluarga merupakan langkah awal membentuk karakter dan sifat anak sedari dini. Setiap orang tua memiliki metode yang berbeda dalam mendidik anak. Ada orang tua yang memakai metode lemah lembut hingga disiplin keras untuk menanamkan pendidikan.

Berbicara mengenai metode orang tua dalam mendidik anak. Hal ini juga perlu dilihat dari perkembangan zaman. Ada sebuah ungkapan jika anak hidup berbeda zaman dengan orang tuanya, sehingga dirasa perlu orang tua zaman sekarang juga menyesuaikan diri dengan perkembangan era dimana anak tersebut tumbuh. Termasuk perkembangan digital di dalamnya.

Orang tua perlu memberikan didikan penuh bagaimana seorang anak agar bijaksana dalam menggunakan media digital. Di zaman sekarang masih banyak orang tua yang merasa perannya tergantikan oleh digital. Hal ini dapat berujung dengan mengkambing hitamkan media digital sebagai penyebab utama anak susah diatur. Padahal, digital tidak akan memiliki efek yang berbahaya jika digunakan dengan bijak. Seharusnya semenjak anak mulai mengenal digital, disinilah peran orang tua untuk mengarahkannya.

Tidak bisa dipungkiri, media digital memang memiliki candu tersendiri bagi penggunanya. Media digital yang awalnya digunakan hanya untuk waktu senggang, berubah seakan menjadi zat adiktif di setiap kegiatan. Seorang anak yang terlanjur memiliki kecanduan terhadap media digital, perlu diberikan arahan yang lebih aktif. Peran orang tua seharusnya tidak hanya memerintah, tapi juga harus bisa mempengaruhi dan memberikan evaluasi dari masalah yang dihadapi anak.

Penggunaan digital pada anak
Anak dengan Dunia Digital | Pixabay (StartupStockPhotos)

Lalu, bagaimana cara agar digital itu sendiri justru bisa membantu orang tua terhadap perkembangan pola didik anak? Pertama, orang tua harus bisa lebih tahu apa penyebab anak lebih sering menghabiskan waktunya dengan dunia digital. Sehingga mereka sibuk dengan dunianya sendiri dan tidak memperhatikan sekitar. Dunia anak adalah dunia bermain, mereka harus lebih aktif dengan kesenangan mereka di dunia nyata bukan sosial media. Lantas apakah yang menjadikan anak bisa kecanduan dengan digital?

Tentunya jika kita membahas hal ini akan menemui berbagai alasan dan penyebab. Semua tergantung mereka (anak) dalam melihat bagaimana media digital tersebut. Anak-anak cenderung menemukan suatu hal yang baru saat mereka bermain media digital. Hal baru tersebut terkadang memberikan kepuasan tersendiri yang tidak mereka dapatkan di dunia nyata. Sehingga banyak anak yang tidak memiliki waktu bermain dengan dunia luar.

Kedua, apabila orang tua sudah bisa menemukan penyebab anak kecanduan media digital. Perlu beberapa hal atau bimbingan yang aman bagi mental anak selanjutnya. Melarangnya bermain secara langsung tidak akan membuat anak seratus persen patuh terhadap perintah orang tua. Mereka bisa saja memberontak karena terlanjur kecanduan dengan dunia digital.

Hal ini perlu penyesuaian yang perlahan sama dengan saat mereka pertama kali mengenal digital. Serta kebutuhan digital mereka harus sesuai dengan usianya. Orang tua perlu memberikan arahan dan kegiatan pengganti selama anak tidak terlalu fokus dengan dunia digitalnya. Orang tua tetap harus kreatif supaya anak tidak tenggelam jauh ke dalam sesuatu yang bukan dunianya. Ditambah lagi beberapa tahun ini pembelajaran media daring menjadi trend selama pandemi. Jangan sampai hal ini tidak mendapatkan pengawasan dari orang tua. Anak bisa saja dipermudah untuk bolos jam pembelajaran saat sekolah daring.

Solusi lainnya untuk mengurangi dampak negatif dunia digital pada anak adalah dengan dunia digital itu sendiri. Apabila orang tua memiliki kesibukan sehingga sulit memperhatikan tindak tanduk anak setiap hari, orang tua bisa memantau anak melalui dunia digitalnya juga. Beberapa fitur media sudah tersedia sehingga orang tua tetap bisa memantau anak-anak mereka. Misalkan di Google, orang tua bisa menautkan akun anak dengan akunnya. Sehingga segala aktifitas browsing anak bisa dilihat oleh orang tua.

Anak-anak dunianya adalah bermain
Anak Bermain | Pixabay (Lenka Fortelna)

Digital sejatinya bukan musuh utama orang tua dalam mendidik anak. Digital bisa dikatakan sebagai benda mati yang bisa mempengaruhi psikologi anak. Dunia anak bukanlah dunia digital, mereka perlu bermain dengan dunia luar. Dunia anak perlu dikembalikan untuk menjadi lebih baik daripada sebelumnya tanpa menjadikan digital sebagai kambing hitam.

Peran Orang Tua Mencegah FOMO Medsos pada Anak

#DigitalBisa #UntukIndonesiaLebihBaik

Kondisi yang disebut FOMO (fear of missing out) semakin mengemuka di zaman serba digital, terutama seiring dengan menguatnya penggunaan media sosial sekarang ini.

Nah, apa sesungguhhnya yang dimaksud FOMO? Apa penyebabnya dan apa saja tanda-tandanya? Sejauh mana kaitan FOMO dengan penggunaan media sosial?

Kira-kira apa yang perlu dilakukan para orangtua jika kondisi  FOMO menimpa anak-anak mereka?  Bagaimana agar FOMO tidak sampai harus dialami anak-anak?

Menurut Kate Brush (2022), FOMO merupakan respons emosional terhadap keyakinan bahwa orang lain hidup lebih baik, atau memiliki kehidupan yang lebih memuaskan, maupun adanya hal-hal yang dinilai penting yang terlewatkan.

FOMO sering menyebabkan perasaan tidak nyaman, tidak puas, depresi dan stres. Keberadaan media sosial dituding telah meningkatkan prevalensi FOMO selama beberapa tahun terakhir ini. 

Secara teoritis, kondisi FOMO dihasilkan oleh amigdala, yaitu bagian otak yang mendeteksi apakah ada sesuatu yang mengancam kelangsungan hidup atau tidak. Bagian otak ini merasakan bahwa kesan tertinggal dari orang lain sebagai ancaman, yang kemudian menciptakan stres dan kecemasan

Keberadaan ponsel pintar dan media sosial disebut-sebut telah ikut meningkatkan terjadinya kondisi FOMO karena menciptakan situasi di mana para penggunanya dapat terus-menerus memantau dan membanding-bandingkan hidup mereka dengan orang lain.

Apa-apa yang diposting dan muncul di media sosial lantas menjadi rujukan utama. Ketika muncul ketidakmampuan dalam hal mewujudkan apa yang menjadi rujukan, maka kecemasan atau ketidakpuasan segera menghinggapi.

Karenanya, media sosial kerap dianggap sebagai sebab dan akibat dari FOMO sekarang ini. Dalam kaitannya dengan media sosial inilah, terdapat beberapa tanda ketika seseorang telah mengalami kondisi FOMO.

Pertama, terus-menerus memeriksa media sosial (bahkan saat berlibur, keluar bersama teman, atau menghadiri acara yang menyenangkan sekalipun).

Kedua, selalu mengaktifkan notifikasi media sosial demi mendapatkan update terkini dan untuk melihat tanggapan orang-orang terhadap kiriman postingan yang diunggah.

Ketiga, merasa perlu terus menerus online untuk merespons setiap komentar atau posntingan yang diunggah di media sosial.

Keempat, secara obsesif terus-menerus memposting aktivitas harian melalui media sosial.

Kelima, cenderung merasa sedih, kesepian, atau tertekan setelah eksis di media sosial untuk jangka waktu yang lama.

Keenam, merasa tidak puas dengan kehidupan diri sendiri dengan selalu membandingkannya dengan kehidupan orang lain.

Ketujuh, membuat pilihan atau keputusan hanya berdasarkan apa yang dilihat secara online lewat media sosial.

Sebagai bagian dari masyarakat digital sekarang ini, anak-anak dapat pula dijangkiti oleh kondisi FOMO.

Orang tua memiliki peran krusial dalam ikut mengatasi dan juga menangkal kondisi FOMO yang kemungkinan dihadapi anak-anak mereka. 

Para orang tua perlu menanamkan keyakinan kepada anak-anaknya bahwa apa yang dilihat secara online, terutama di jejaring media sosial, hanyalah bagian kecil dari kehidupan dan tak selalu menunjukkan realita yang sesungguhnya.

Berilah pengertian dan pemahaman kepada anak bahwa masih banyak hal-hal menarik dan bermanfaat yang dapat dilakukan secara offline daripada terus-menerus online mengakses media sosial.

Tantanglah anak agar berani hidup tanpa terus-menerus terkoneksi dengan dunia virtual dan yakinkan mereka bahwa kehidupan mereka akan baik-baik saja walau tak selalu terkoneksi dengan media sosial dan tak eksis di dalamnya.

Jelaskan pula kepada mereka bahwa setiap orang memiliki cara hidup dan kehidupannya masing-masing berikut kelebihan maupun kekurangannya, sehingga tidak perlu menjadikan orang lain sebagai patokan bagi kehidupan pribadi. Apalagi yang ingin dijadikan patokan sang anak hanya figur-figur yang dilihat lewat tampilan media sosial di dunia maya.