Peran Public Relation di Tengah Berkembangnya Artificial Intelligence
Perkembangan Artificial intelligence (AI) di era digital ini tidak bisa kita hindari. Kehadiran AI tentu akan memudahkan pekerjaan manusia namun juga dikhawatirkan dapat menghilangkan berbagai macam jenis pekerjaaan, termasuk public relation (PR). Lalu, apakah peran PR professional tetap penting dan dibutuhkan? Jika tetap dibutuhkan, seperti apakah peran PR tersebut?
Saat ini PR tengah memasuki era PR 4.0 yang merupakan masa dimana profesi PR harus menghadapi persaingan keras dengan AI sebagaimana disebutkan dalam buku berjudul “Public Relations in the Era of Artificial Intelligence” karya Dr. N. Nurlaela Arief.
Fenomena ini belum sepenuhnya terlihat, namun tanda-tanda dan perkembangan ini sudah muncul secara signifikan. Diantara tanda-tanda tersebut adalah robot sudah mampu menulis artikel di beberapa media serta munculnya berbagai perangkat untuk menyedehanakan tugas PR.
Pekerjaan yang sifatnya berulang-ulang dan rutin sangat berpotensi untuk diganti oleh AI. Kondisi ini menuntut PR untuk lebih kreatif, inovatif dan adaptif serta melakukan verifikasi dengan realitas di lapangan.
Meskipun demikian, bukan berarti peran manusia dalam membangun PR akan sepenuhnya hilang. Sebaliknya peran PR tetap diperlukan terutama untuk peran-peran yang bersifat kualitatif dan analisa. Hal ini yang akan menjadi peluang besar dibalik tantangan tersebut.
Berikut adalah beberapa peran yang dapat dilakukan oleh PR, dalam menghadapi tantangan AI:
1. Memperkuat analisa data dan berbagai macam skill:
Perkembangan dunia yang dinamis menuntut PR untuk lebih adaptif dengan berbagai perubahan yang terjadi akibat AI. Berkat adanya AI, PR diberikan kemudahan dalam memperoleh banyak data. Salah satu contohnya adalah adanya media monitoring, dimana PR dapat lebih mudah untuk menghitung jumlah pemberitaan yang beredar. Dengan adanya otomasi dalam pencarian data, PR dapat lebih mudah untuk melakukan analisa data, seperti mengevaluasi dan membuat laporan dari data-data yang terkumpul.
Selain analisa data, PR dapat proaktif untuk mengembangkan berbagai macam skill. Pelajarilah berbagai macam skill, karena tidak menutup kemungkinan skill yang kita andalkan dapat digantikan oleh AI. Adapun skill yang paling sulit untuk digantikan oleh AI adalah skill terkait komunikasi seperti public speaking, negosiasi, dsb. Luangkanlah banyak waktu kita untuk mengasah skill tersebut.
2. Merespon krisis komunikasi dengan cepat:
Salah satu tugas terberat dari PR adalah mempersiapkan hal-hal yang tidak terduga atau segala kemungkinan yang dapat terjadi. Seperti yang disebutkan dalam poin sebelumnya, media monitoring memudahkan kita untuk memperoleh data-data pemberitaan, termasuk berita-berita negatif terhadap perusahaan. PR dituntut untuk lebih siap standby dan responsif terhadap kondisi-kondisi ini.
Dengan berbagai kemudahan ini, PR menjadi lebih mudah untuk mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah krisis komunikasi. PR dapat lebih membedakan apa krisis komunikasi yang perlu ditindak lanjut dan dan tidak. Jika terjadi masalah yang serius, PR dapat melakukan berbagai tindakan seperti membuat stand by statement, siaran pers, ataupun konferensi pers.
3. Meningkatkan kualitas media relation:
Dengan adanya AI, PR dapat lebih mudah untuk melakukan media profiling. Melalui media profiling, PR dapat lebih mudah untuk membuat strategi komunikasi serta program yang tepat guna dengan media.
Untuk itu, PR harus sering meluangkan banyak waktu untuk bersilaturahmi dengan media, khususnya secara tatap muka. Akan lebih efektif jika silaturahmi dilakukan secara langsung (tatap muka) dan berkesinambungan. Perbanyak silaturahmi secara informal seperti dengan makan, olahraga hingga wisata bersama agar suasana semakin cair.
Perkembangan AI tidak akan menghilangkan peran manusia. Adaptif dan inovatif menjadi kunci penting agar PR dapat terus bertahan dan relevan dengan zaman.
Referensi
Arief, D. N. (2019). Public Relations in The Era of Artificial Inteligence. Simbiosa Rekatama Media.