Tag Archives: Startup

Keren! 4 Startup Agritech Ini Bantu Tingkatkan Kesejahteraan Petani

#DigitalBisa #UntukIndonesiaLebihBaik

Agricultur technologi (agritech) merupakan harapan baru dalam perkembangan pertanian di Indonesia. Namun gaungnya belum banyak terdengar di masyarakat.

Sebagai negara agraris, Indonesia memiliki 29,96 persen penduduk yang menjadikan petani sebagai pekerjaan utama. Angka ini lebih besar dari pada sektor lain seperti industri pengolahan dan perdagangan yang tidak mencapai 20 persen.

Namun, berbagai hasil pertanian yang dihasilkan mulai dari sayur, buah, tanaman pangan, hingga perkebunan ternyata belum mampu meningkatkan kesejahteraan petani di Indonesia.

Hal ini dapat dilihat dari Nilai Tukar Petani (NTP) dan Upah Buruh Pertanian pada tahun 2014 hingga 2018 yang tidak menujukkan perubahan yang signifikan. NTP pada tahun 2018 justru turun 0,49 dari tahun sebelumnya.

Berbagai masalah dihadapi petani mulai dari aspek permodalan, hama penyakit, minimnya penguasaan teknologi, cuaca, hingga harga hasil panen yang berfluktuasi.

Hal ini diperparah dengan panjangnya rantai pemasaran hasil panen sehingga harga yang diterima petani untuk hasil panennya sangat rendah. Hal ini kemudian mendorong munculnya startup agritech yang mencoba menjadi solusi dari permasalahan tersebut.

 

Tanihub

Hasil Pertanian | pexels.com (Wendy Wey)

Tanihub merupakan startup agritech yang berdiri pada tahun 2016. Memiliki tujuan menciptakan ekosistem pertanian yang lebih baik, Tanihub merangkul lebih dari 50.000 petani sebagai mitra bisnisnya.

Meski memulai dengan layanan B2C (Business to Consumers), Tanihub resmi menghentikan layanan B2C pada 1 Maret 2022.

Sebagai gantinya, Tanihub kini berfokus pada layanan B2B (Business to Business) untuk mendukung lebih dari 18.000 usaha mikro dan restoran dengan menyediakan berbagai produk segar dan berkualitas.

Startup ini juga mengalami pertumbuhan yang pesat selama pandemi dengan kenaikan pertumbuhan bisnis sebesar 639% dan pertambahan  250.000 pengguna baru pada tahun 2020.

 

Eden Farm

Eden Farm | edenfarm.id

Eden Farm didirikan pada tahun 2017 oleh David Gunawan. Startup agritech ini berfokus pada layanan B2B dan kini telah menjadi distributor untuk 20.000 UMKM.

Perusahaan ini menggandeng sekitar 2000 petani sebagai mitra untuk menghadirkan berbagai produk pertanian mulai dari sayur, buah, rempah, daging hingga beberapa produk olahan pertanian.

Perusahaan ini mengklaim mampu mendapatkan pendapatan petani mitranya sebanyak tiga kali lipat. Hal ini selaras dengan tujuan pendirian perusahaan yaitu untuk meningkatkan pendapatan petani.

Menjunjung tinggi kualitas dan harga yang konsisten, Eden Farm memenuhi hampir 100 persen bahan makanan konsumen disaat lainnya rata-rata hanya memenuhi 80%. November tahun lalu, Eden Farm mendapatkan pendanaan sebesar US$ 19 Juta atau Rp 270 Miliar.

 

Crowdee

Permodalan untuk Petani | pexels.com (Karolina Grabowska)

Crowde merupakan perusahaan rintisan yang berfokus pada teknologi dan permodalan untuk petani. Melihat banyaknya petani yang memiliki masalah keuangan untuk menjalankan usahatani, Crowde mengelola dana masyarakat dan menyalurkannya kepada mereka.

Memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani serta menjadi platform edukasi, startup ini juga menawarkan konsultasi mengenai cara berbudidaya yang tepat.

Petani yang meminjam dana di crowde juga akan dibantu dalam pengawasan usahatani dan penyaluran hasil panen.

Mengantongi izin dan diawasi oleh OJK, saat ini crowde memiliki jumlah peminjam aktif 1.594 dengan total pinjaman 196,48 miliar sejak didirikan pada tahun 2017

 

Habibi Garden

Teknologi Pertanian | pexels.com (Anna Tarazevich)

Startup Agritech selanjutnya adalah Habibi Garden. Perusahaan ini bergerak di bidang teknologi pertanian. Dengan misi menciptakan 1000 desa digital pertanian di Indonesia, startup ini mengkombinasikan model implementasi sensor agrikultur presisi miliknya dengan teknologi Narrow Band Internet of Things (NB-IoT) Telkomsel.

Menggunakan teknologi sensor IoT (Internet of Things) petani dibantu untuk mengetahui kondisi pH, kelembaban, dan nutrisi tanah. Selain itu data lain seperti temperatur, intensitas cahaya, dan curah hujan juga dapat ketahui dengan mudah.

Dengan teknologi ini, petani dapat mengetahui kondisi tanaman. Melalui aplikasi, habibi garden juga menyuguhkan solusi jika tanaman yang dibudidayakan mengalami masalah.

Menggunakan mekanisme M2M (Machine to Machine) petani juga dimudahkan dengan penyiraman dan pemupukan yang dilakukan secara otomatis.

Pada tahun 2019, Habibi Garden memenangkan penghargaan Best 5 pada kategori “Sosial Good, Outstanding Mobile Contribution to UN SDGs” di Barcelona Spanyol mengalahkan 1.080 pesaing lainnya.

Strategi Bakar Uang dalam Startup yang Perlu Kamu Ketahui!

Ilustrasi Bakar Uang | Sumber: Unsplash (Jp Valery)


#DigitalBisa #UntukIndonesiaLebihBaik

Apakah kamu pernah mendengar istilah bakar uang yang saat ini tengah ramai dibicarakan? Pasti anda pernah mendengar tentang promo gratis ongkir maupun voucher diskon yang ditawarkan pada oleh ojek online maupun e-commerce. Terutama di e-commerce warna oren yang menawarkan potongan 60 persen ditambah pula dengan promo gratis ongkir. Kadang terbesit di benak apakah untung jika memberikan promo segitu besarnya? Itulah yang disebut dengan bakar uang.

Sistem kerja dari bakar uang adalah membakar budget yang mereka miliki untuk diberikan kepada pelanggan dalam bentuk promo gratis ongkir serta voucher lainnya. Tujuannya adalah untuk menjangkau konsumen lebih luas atau brand awareness.

Ilustrasi Promo | Sumber: Unplash (Tamanna Rumee)

Contohnya adalah ketika awal munculnya ojek online. Masih sedikit yang menggunakan jasa antar tersebut. Namun ketika mulai bermunculan promo seperti voucher 100 persen semakin banyak konsumen yang berdatangan karena tergiur dengan potongan harganya. Tidak main-main dari yang harganya ratusan ribu bisa kena potongan harga puluhan ribu hingga setengah harganya. Sejak saat itu lebih banyak yang beralih menggunakan pemesanan online. 

Sistem bakar uang tidak hanya dilakukan oleh startup besar. Banyak pula startup baru yang juga menggunakan metode bakar uang. Tujuan dari bakar uang tersebut adalah untuk menarik konsumen. Karena saat ini persaingan sangat sulit. Promo menarik seperti gratis ongkir serta potongan harga hingga cashback kepada konsumen menjadi magnet tersendiri.

Sebenarnya hanya di Indonesia di mana pelaku startup saling melakukan bakar uang. Di luar negeri jarang melakukan persaingan usaha seperti itu. Lalu kenapa sistem bakar uang atau yang dikenal juga dengan burn rate banyak dilakukan oleh pendiri startup? Padahal hasilnya tidak sedikit startup yang bernasib gulung tikar akibat menggunakan strategi bakar uang. Sebenarnya untung atau tidak sih ketika startup menggunakan sistem bakar uang?

Bakar uang merupakan salah satu usaha yang dilakukan perusahaan rintisan untuk mendapatkan banyak konsumen sehingga mampu menguasai pasar. Jika berhasil meraih loyalitas pelanggan maka kompetitor lain mau tidak mau akan mundur. Selain itu akan memberikan ketergantungan terhadap konsumen. Keuntungan yang tinggi juga disertai dengan resiko yang besar juga.

Namun dibalik itu, resiko dari bakar uang juga tidak main-main. Kehilangan profit merupakan tanggungan yang harus dihadapi. Dengan memberikan harga dibawah batas margin atau di bawah harga pasar membuat perusahaan rugi. Namun dengan cara itu dapat menarik konsumen serta menciptakan loyalitas.

Ilustrasi Diskon 50% | Sumber: Unsplash (Tamanna Rumee)

Terjadilah persaingan penawaran harga antar kompetitor. Hal tersebut memicu dumping yang berkelanjutan. Dumping merupakan penawaran harga yang lebih rendah dibandingkan pasar. Tujuan dari bakar uang adalah untuk menciptakan konsumen yang loyal. Ketika tidak ada promo pun para konsumen tetap setia menggunakan aplikasi mereka. Namun, saat ini ternyata lebih banyak masyarakat yang menjadi digital tourism. Mereka mencari-cari aplikasi mana yang memberikan penawaran harga lebih banyak. Konsumen seperti itu yang merugikan uang investor. Ketika pesaing saling melakukan dumping maka perusahaan tersebut sama sama saling tidak memiliki profit. Lalu bagaimana mereka bertahan? Dengan putaran dana oleh investor.

Maka salah satu hal penting ketika suatu startup melakukan bakar uang adalah investor. Tanpa adanya investor bisnis tidak dapat berjalan. Saat ini investor juga lebih selektif dalam menyuntikkan dananya karena mereka menganggap sistem bakar uang tidak dapat terus dijalankan dalam perusahaan. Harus ada path to profitability.

Managing Partner East Ventures Roderick Purwana menjelaskan jika saat ini era bakar urang telah usai. Menurutnya 6-18 bulan mendatang industri startup tidak akan seperti saat ini. Jika metode bakar uang tetap dilakukan malah akan menimbulkan masalah yang berkelanjutan. Maka lebih baik jika pelaku startup untuk mengurangi kegiatan bakar uangnya. Akan hadir era baru dan Roderick mengimbau bagi pelaku startup untuk bersiap-siap memasuki era baru.

Sumber : Situs IDX | Situs CNBC Indonesia

Teknologi Cloud Bantu Startup Jadi Lebih Efisien dan Produktif

#DigitalBisa #UntukIndonesiaLebihBaik

Di era digital sekarang ini, kesuksesan perusahaan bisnis ikut ditentukan salah satunya oleh sistem komputasi yang digunakan. Saat ini, semakin banyak saja perusahaan yang memilih menggunakan teknologi komputasi awan (cloud) untuk menunjang operasi mereka.

Bagaimana dengan perusahaan rintisan (startup)? Haruskah startup memanfaatkan pula teknologi komputasi cloud? Kira-kira apa manfaatnya?

Pada umumnya, ada satu kesamaan yang dimiliki startup di mana pun yakni para pengelolanya harus merintis dan membesarkan perusahaan dari nol. Dan umumnya pula, di masa-masa awal, mereka memiliki dana yang terbatas.

Menurut Warith Niallah, CEO dari FTC Publications Inc, teknologi cloud memungkinkan para pengelola startup mengembangkan bisnis yang mereka rintis dengan modal yang lebih kecil. Dengan menggunakan teknologi cloud mereka tidak memerlukan perangkat keras dan perangkat lunak dengan harga yang mahal.

Dengan demikian, perusahaan yang mereka kelola bisa lebih efisien dan lebih produktif. Mereka tidak perlu mengeluarkan uang untuk perangkat-perangkat yang mahal namun justru jarang mereka butuhkan. Dana yang ada dapat digunakan untuk membiayai keperluan lain yang menunjang perkembangan perusahaaan.

“Menggunakan teknologi cloud mencegah kita dari keharusan memelihara perangkat keras dan ruang untuk menyimpan dokumen dan media. Pengelola bisnis dapat lebih fokus untuk meluncurkan dan mengembangkan bisnis mereka karena ini adalah tugas penting yang harus dikerjakan terlebih dahulu oleh para pengelola bisnis baru. Server dan sistem pendingin bisa mahal dan memakan banyak ruang. Teknologi cloud memungkinkan para pengelola bisnis menghindari biaya untuk hal ini. Di sisi lain, mereka justru dapat menyiapkan dana untuk kebutuhan mendesak lainnya,” jelas Niallah.

Selain itu, tambah Niallah, teknologi cloud menghemat waktu karena kita mudah mengakses data dari mana saja dengan koneksi internet. 

“Pemimpin perusahaan sering kali adalah orang sibuk yang mungkin tidak memiliki kemewahan waktu untuk berada di satu tempat sepanjang hari. Begitu juga saat ada kru baru bergabung di mana kolaborasi akan menjadi sangat penting untuk kesuksesan perusahaan,” tuturnya.

Lebih jauh, Niallah mengatakan bahwa teknologi cloud memungkinkan kita untuk memanfaatkan sistem pendukung yang dapat diakses dari mana saja alih-alih memperkerjakan atau mengontrak personel pendukung. Belum lagi pengelola perusahaan dapat menghemat uang dengan menggunakan cloud untuk layanan pelanggan dan masalah teknis karena mereka tidak perlu membayar karyawan untuk kebutuhan ini.

Sementara itu, Robert Cepero, CEO dari Bleuwire, berpendapat bahwa teknologi komputasi cloud sangat bermanfaat untuk melindungi keamanan startup.

“Beberapa orang berpikir bahwa startup tidak perlu khawatir tentang keamanan. Juga, banyak orang berpikir bahwa kita tidak pernah dapat benar-benar melindungi jaringan TI dari para peretas. Pada kenyataannya, sebagian besar peretas justru menargetkan bisnis kecil dan pemula. Mereka sudah tahu bahwa startup kurang aman. Namun, kini startup dapat menggunakan teknologi cloud untuk melindungi jaringan mereka dari para peretas,” jelas Cepero.

Menurutnya, hal ini akan memberikan solusi keamanan yang akan membantu para pengelola startup dalam melindungi data sensitif. “Solusi keamanan ini akan memastikan bahwa pihak ketiga tidak dapat menafsirkan data yang ada. Sebagian besar platform komputasi cloud menyediakan pemantauan real time kepada pelanggan mereka. Juga, mereka memberikan tanggapan ancaman langsung kepada pelanggan dengan biaya yang sangat rendah. Dengan demikian, sebagian besar startup mampu menjangkau layanan ini,” beber Cepero

Terkait skalabilitas (pelipatgandaan produk, layanan, dan basis pelanggan sambil tetap mempertahankan struktur biaya awal), Cepero menilai para pengelola startup akan terbantu pula oleh teknologi cloud.

“Startup pada akhirnya akan tumbuh seiring waktu. Dengan demikian, kita akan memerlukan akses ke lebih banyak sumber daya. Skalabilitas sangat penting untuk startup. Jika kita tidak menggunakan komputasi cloud, maka akan sulit untuk memenuhi permintaan yang meningkat. Komputasi cloud akan memastikan bahwa kita dapat mengembangkan startup tanpa hambatan apa pun,” paparnya.

Cepero menambahkan, dengan menggunakan teknologi cloud, pengelola startup tidak perlu memperluas tim TI internal. Komputasi cloud akan memastikan bahwa mereka dapat dengan mudah meningkatkan maupun menurunkan skalabilitas perusahaan.***

E-Fishery : Startup di Sektor Perikanan yang Berhasil Maju dikala Masa Pandemi

#DigitalBisa #UntukIndonesiaLebihBaik

Awal pandemi Covid-19 menyebabkan penurunan dalam berbagai sektor di indonesia, termasuk sektor perikanan budidaya. Daya beli masyarakat yang terus menurun berdampak terhadap hasil tangkap perikanan yang kurang diminati. Pelaku usaha terutama pembudidaya kecil sangat merasakan dampaknya.

Aktivitas jual beli ikan segar yang biasanya berlangsung di pasar lokal cenderung sepi karena pemberlakuan jaga jarak serta kebanyakan masyarakat memilih untuk menjauhi kerumunan. Yang biasanya dilakukan setiap hari cenderung menjadi beberapa hari. 

Kurangnya transaksi jual beli tidak sejalan dengan hasil tangkapan atau pasokan produksi perikanan yang mengalami kelebihan. Jika tidak terjadi transaksi jual beli, mau tidak mau timbul kerugian karena ikan segar dengan kualitas tinggi yang menjadi nilai lebih dari sektor perikanan tidak dapat dijual jika dalam kondisi tidak baik. 

Selain penurunan konsumsi dari masyarakat, kegiatan ekspor juga mengalami penurunan hingga 10-20 persen. Negara pengimpor komoditas perikanan Indonesia seperti Tiongkok dan Amerika Serikat memberlakukan kebijakan pembatasan ekspor yang membuat sektor perikanan terhambat. 

Namun bisnis startup eFishery menunjukkan pendapatan yang meningkat ketika pandemi hingga 4 kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya. Menurut pernyataan Gibran Huzaifah, Co-founder serta CEO eFishery, perusahaan mengantongi keuntungan hingga 287 persen pada year-on-year Gross Merchandise Value (GMV) di tahun 2020.

Penggunaan efishery oleh pembudidaya | Sumber: Situs Efishery

Keuntungan tersebut merupakan hasil dari dampak pandemi yang dijadikan peluang oleh eFishery. Pembudidaya ikan yang kesusahan untuk memperoleh modal usaha, pasokan pakan ikan yang terbatas, serta sulitnya untuk menyalurkan hasil budidaya menjadi alasan eFishery memberikan bantuan.

eFishery telah mengawali perjalanannya sejak tahun 2013. Menjadi perusahaan pertama di bidang akuakultur yang memanfaatkan aquaculture intelligence. Sejak saat itu eFishery terus berkembang hingga berhasil menjadi perusahaan startup terbesar di dunia dalam bidang akuakultur. Dengan bisnis yang berfokus dalam budidaya ikan serta udang dan pakan perikanan.

Saat ini eFishery telah memiliki lebih dari 200 ribu kolam dengan omzet mencapai triliunan rupiah. Bagaimana tidak, untuk satu kolam dalam setiap kali panen dapat memberikan omzet sekitar 40 juta hingga 45 juta rupiah (dalam satu kali silus). Gibran menaruh target di tahun 2025 untuk dapat mencapai 1 juta kolam di bawah naungan eFishery.

Startup eFishery juga telah menghadirkan aplikasi eFsiheryku yang telah disebarluaskan ke publik. Aplikasi tersebut akan memberikan pendampingan terkait budidaya ikan dari awal hingga panen. Juga memberikan kemudahan dalam memenuhi sarana produksi perikanan, menjembatani akses pembiayaan dengan institusi keuangan, juga memudahkan menyalurkan hasil panen.

Salah satu program yang dihadirkan adalah eFisheryFund, di mana menghubungkan antara pembudidaya dengan institusi keuangan. Startup eFishery telah menjalin kerja sama dengan Bank BRI, Alami Sharia, serta Investree. Telah lebih dari 13.000 pembudidaya yang memperoleh dukungan dari program eFisheryFund dengan dengan pinjaman yang disetujui mencapai lebih dari 200 miliar rupiah. 

Penggunaan Efishery pada kolam budidaya | Sumber Situs KrASIA

Selain itu fitur lainnya adalah Kabayan (Kasih, Bayar Nanti). Fitur tersebut membantu pembudidaya untuk mendapatkan pakan ikan dengan metode pembayaran pay later. Sehingga pembayaran dapat dilakukan ketika panen dengan tenor 1 hingga 6 bulan. Dengan metode pembayaran tersebut tentu meringankan pengeluaran pembudidaya sebelum masa panen.

Selanjutnya eFishery akan mengembangkan fitur baru yaitu Jual Ikan. Dijelaskan oleh Gibran jika dengan fitur tersebut para pembudidaya ikan dapat melakukan transaksi jual beli dengan sistem lelang. Dalam fitur tersebut juga akan ada sistem feedback sehingga kualitas ikan yang dijual dapat sesuai dengan kebutuhan konsumen.

Harapan dari eFishery adalah dapat menjadi wadah bagi pembudidaya ikan untuk terus maju dengan perkembangan digital saat ini. Kemudahan fitur serta layanan dari eFishery diharapkan dapat semakin luas dalam menjangkau masyarakat. Serta meningkatkan kualitas serta kuantitas dari produksi perikanan di Indonesia.

Sumber : Situs eFishery | Situs Investor 

Shopee PHK Karyawan, Badai Startup Datang Lagi?

Shopee PHK karyawan setelah mengalami kerugian tahun ini | Sumber: Shopee


Badai startup rupanya belum usai. Setelah sejumlah perusahaan rintisan terpaksa mengefisiensi karyawannya, kali ini Shopee juga melakukan hal yang serupa. Sebenarnya, sejak pertengahan tahun lalu perusahaan berwarna oranye cerah tersebut memang sudah santer dikabarkan akan mem-PHK pekerjanya. Namun, berita itu tidak disebutkan secara pasti apakah fakta atau bukan.

Pada September ini, melansir dari beberapa surat kabar, Shopee mengambil langkah tersebut sebagai upaya penyesuaian perusahaan dengan melakukan sejumlah perubahan kebijakan bisnis. Mengutip dari Detik.com mewartakan bahwa platform jual-beli online itu melakukan PHK, sejalan dengan fokusnya secara global untuk mencapai kemandirian dan sustainability, di mana menjadi dua komponen penting dalam menjalankan bisnis. Apalagi di tengah ketidakpastikan ekonomi global saat ini. Hal tersebut disampaikan oleh Radynal Nataprawira selaku Head of Public Affairs Shopee Indonesia.

Pemutusan Hubungan Kerja ini dipastikan tidak akan mengganggu proses layanan, baik untuk penjual, pembeli, hingga mitra sekalipun.

Adapun untuk jumlah karyawan yang terdampak dari adanya efisiensi tersebut, tidak disebutkan secara pasti jumlahnya. Mereka akan diberikan pesangon sebanyak satu kali gaji, sesuai dengan ketentuan undang-undang, dan penggunaan secara total untuk asuransi kesehatan perusahaan hingga akhir tahun ini.

Sebelumnya, CNBC menuliskan bahwa perusahaan induk Shopee, yakni Sea Ltd. telah mengalami kerugian besar pada Q2 2022. Salah satu penyebabnya adalah pengeluaran yang meningkat. Mereka juga mendapatkan penurunan lebih dari 72% untuk harga sahamnya sepanjang tahun ini. 

Kenali Istilah Bubble Burst dalam Startup

#DigitalBisa #UntukIndonesiaLebihBaik

Perkembangan startup di Indonesia sangat maju. Telah banyak masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan yang beralih menjajaki dunia startup. Bahkan anak muda Indonesia saat ini lebih tertarik untuk terjun dalam dunia startup dari bidang pendidikan, finansial, kesehatan, agrikultur, dan lainnya. Potensi yang ada di Indonesia saat ini cenderung dibawa menuju digitalisasi atau berbasis teknologi mengingat perkembangan zaman di era society 5.0.

Namun untuk berhasil mendirikan startup menjadi unicorn, decacorn, hingga hectocorn bukanlah perkara mudah. Walaupun menempati posisi pertama di Asia Tenggara sebagai negara dengan jumlah startup terbanyak, kegagalan menjalankan startup memiliki persentase 90 persen. Hal tersebut dikatakan langsung oleh Fajrin Rasyid, Direktur Bisnis Digital Telkom Indonesia yang pernah menjabat Co-Founder Bukalapak.

Pernyataan tersebut juga didukung oleh tingkat keberhasilan yang rendah dari program Gerakan Nasional 1000 Startup yang diluncurkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Dari 1.300 startup yang mengikuti Gerakan Nasional 1000 Startup, yang mampu bertahan hanya mencapai 10 persen.

Ilustrasi kegagalan | Sumber: Pixabay

Salah satu faktor penyebab kegagalan tersebut antara lain adalah kurangnya pengalaman, bisnis yang dihadirkan tidak sesuai kebutuhan pasar, dana yang terbatas, pemasaran yang buruk, serta kalah saing dengan kompetitor lainnya.

Ketika diambang kegagalan, banyak cara yang dilakukan oleh founder startup untuk mempertahankan bisnisnya. Salah satunya adalah dengan pemutusan hubungan kerja. Saat ini telah beredar kabar adanya pengurangan karyawan di sejumlah startup besar Indonesia. Antara lain Zenius, LinkAja, dan yang terbaru JD.ID. Jarak pemutusan hubungan kerja antara ketiga startup tersebut ternyata berdekatan dan diduga berkaitan dengan fenomena bubble burst. Apakah memang benar PHK yang terjadi memiliki keterkaitan dengan bubble burst?.

Fenomena bubble burst merupakan pertumbuhan ekonomi yang diawali dengan peningkatan yang pesat dengan ditandai nilai aset yang meroket tajam dan diakhiri dengan penurunan yang sangat cepat pula. Penurunan itulah yang disebut sebagai bubble burst atau ledakan gelembung.

Faktor-faktor penyebab dari bubble burst antara lain ketika permintaan konsumen mencapai puncak akibat adanya promo serta diskon. Untuk dapat bertahan dengan tetap mengadakan promo bukanlah perkara mudah. Konsumen saat ini sangat sensitif terkait ada atau tidaknya diskon. Jika tidak ada diskon atau promo maka penjualan akan menurun.

Selain itu saat ini startup di Indonesia banyak bermunculan. Pesaing baru menjadi tantangan tersendiri untuk menjaga pangsa pasarnya. Produk yang tidak memiliki nilai lebih akan kalah bersaing dengan kompetitornya. Jika telah kehilangan pasar maka akan sangat sulit untuk mendapatkan kepercayaan dari investor dalam mendanai keberlanjutan bisnis. 

Ilustrasi startup | Sumber: Unsplash (Scott Graham)

Berkaitan dengan investor, akibat berbagai macam masalah pada ekonomi global membuat investor lebih selektif dalam mengeluarkan uangnya. Dahulu ketika startup sangat ramai dibicarakan, investor terbilang gampang untuk menyuntikkan dananya. Hal tersebut membuat startup menjadi ketergantungan dengan adanya dana investor. Jika tidak berhasil mendapatkan pendanaan maka kegiatan operasional pasti akan sangat terganggu. Bahkan bisa menyebabkan gulung tikar.

Namun, menurut Rudiantara yang menjabat sebagai Ketua Dewan Pengawas Asosiasi Fintech Indonesia menjelaskan jika adanya PHK pada startup besar di Indonesia bukanlah akibat dari fenomena bubble burst. Adanya pemutusan kerja merupakan hal yang wajar dialami oleh suatu perusahaan. Peristiwa tersebut tidak separah fenomena bubble burst pada dunia industri internet di tahun 1990-an atau sering dikaitkan dengan dotcom bubble. 

Hal yang sama juga disampaikan oleh Heru Sutadi, Direktur Eksekutif ICT Institute, apa yang terjadi pada startup besar di Indonesia saat ini bukanlah fenomena bubble burst atau pecahnya gelembung, namun merupakan kebocoran pada gelembung. Pendanaan yang sulit menjadi alasan kebocoran gelembung pada perusahaan. Karena saat ini banyak perusahaan yang menerapkan strategi bakar uang untuk menarik minat konsumen. Namun, menurut Heru, strategi tersebut akan mengalami kerontokan dalam 1-2 tahun ke depan.

Sumber: Situs ICAAI | Situs Katadata